Kamis, 16 Juli 2009

sejarah terbentuknya kota Sibolga


kota berbilang kaum

Multi Etnik
Secara umum mungkin banyak masyarakat yang belum mengetahui Sibolga,mengenai Siapa sesungguhnya yang mendiami kota Sibolga.

Penduduk Sibolga khususnya dan kawasan Tapanuli Tengah umumnya terdiri dari berbagai etnik yang sejak lama mendiami tempat ini, mereka adalah :

-Batak

-china

- Melayu

– Minang Kabau

- Bugis

- Aceh

- Nias























Sejarah

terbentuknya kota Sibolga

Kota Sibolga adalah salah satu Kota di Provinsi Sumatra Utara. Wilayahnya seluas 3.356,60 ha yang terdiri dari 1.126,9 ha daratan Sumatera, 238,32 ha daratan kepulauan, dan 2.171,6 ha lautan. Pulau-pulau yang termasuk dalam kawasan Kota Sibolga adalah Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Sarudik dan Pulau Panjang. Secara geografis kawasan ini terletak di antara 1 42' - 1 46' LU dan 98 44' - 98 48 BT dengan batas-batas wilayah: Timur, Selatan, Utara pada Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Barat dengan Teluk Tapian Nauli. Letak kota membujur sepanjang pantai dari Utara ke Selatan menghadap Teluk Tapian Nauli. Sementara sungao-sungai yang dimiliki, yakni Aek Doras, Sihopo-hopo, Aek Muara Baiyon dan Aek Horsik

Sementara wilayah administrasi pemerintahan terdiri dari tiga kecamatan dan 16 kelurahan. Ketiga kecamatan itu yakni Kecamatan Sibolga Utara dengan empat kelurahan, Kecamatan Sibolga Kota dengan empat kelurahan, dan Kecamatan Sibolga Selatan dengan delapan kelurahan.

Berikut sakilas sejarah terbentuknya kota SIBOLGA, yang saya kutip dari berbagai sumber:

Sultan Hutagalung Menurut penulis Sejarah Sibolga, Tengku Luckman Sinar SH—dengan mengutip hasil catatan riset seorang pembesar Belanda, EB Kielstra - disebutkan bahwa sekitar tahun 1700 seorang dari Negeri Silindung bernama Tuanku Dorong Hutagalung mendirikan Kerajaan Negeri Sibogah, yang berpusat di dekat Aek Doras. Dalam catatan EB Kielstra ditulis tentang Raja Sibolga: "Disamping Sungai Batang Tapanuli, masuk wilayah Raja Tapian Nauli berasal dari Toba, terdapat Sungai Batang Sibolga, di mana berdiamlah Raja Sibolga."

Penetapan tahun 1700 itu diperkuat analisis tingkat keturunan yakni bahwa Marga Hutagalung yang telah berdiam di Sibolga sudah mencapai sembilan keturunan. Kalau jarak kelahiran antara seorang ayah dengan anak pertama adalah 33 tahun -angka ini adalah rata-rata usia nikah menurut kebiasaan orang Batak—lalu dikalikan jumlah turunan yang sudah sembilan itu, itu berarti sama dengan 297 tahun. Maka kalau titik tolak perhitungan adalah tahun 1998, yaitu waktu diselenggarakannya Seminar Sehari Penetapan Hari Jadi Sibolga pada 12 Oktober 1998, itu berarti ditemukan angka 1701 tahun.

Tentang nama atau sebutan Sibolga, dicerita-kan bahwa pada awal-nya Ompu Datu Hurinjom yang membuka perkampungan Simaninggir, mempu-nyai postur tubuh tinggi besar, di samping memiliki tenaga dalam yang kuat. Adalah tabu bagi orang Batak menyebut nama seseorang secara langsung apalagi orang tersebut lebih tua dan dihormati, maka untuk menyebut nama kampung yang dibuka Ompu Datu Hurinjom dipakai sebutan "Sibalgai", yang artinya kampung atau huta untuk orang yang tinggi besar.

Asal kata Sibolga dengan pengertian tersebut lebih dapat diterima daripada untuk istilah "Bolga-Bolga", yaitu nama sejenis ikan yang hidup di pantai berawa-rawa; atau istilah "Balga Nai" yang berarti besar untuk menunjukkan ke arah luasnya lautan. Orang Batak biasanya menggunakan kata "bidang" untuk menggambarkan sesuatu yang luas, bukan kata balga yang berarti besar.

Tapi apa pun kisah awal kelahiran nama dan Kerajaan Sibolga, kota di Teluk Tapian Nauli ini telah menjalankan peran sejarah yang sangat berarti. Di masa lalu Sibolga berjaya sebagai pelabuhan dan gudang niaga untuk barang-barang hasil pertanian dan perkebunan seperti karet, cengkeh, kemenyan dan rotan. Inggris bahkan pernah menjadikan Sibolga sebagai pelabuhan gudang niaga lada terbesar di Teluk Tapian Nauli.

Lebih dari itu, berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 7 Desember 1842 tempat kedudukan Residen Tapanuli dipindahkan dari Air Bangis ke Sibolga, dan sejak itulah Sibolga resmi menjadi Ibukota Keresidenan. Meski statusnya sebagai Ibukota Keresidenan sempat dipindahkan ke Padang Sidempuan antara tahun 1885 - 1906, namun predikat itu akhirnya kembali lagi ke Sibolga berdasarkan Staadblad yang dikeluarkan pada 1906 itu.

Dalam perjalanannya, pada 1850, di masa Mohd Syarif menjadi Datuk Poncan, bersama-sama dengan Residen Kompeni Belanda bernama Conprus, mereka pindah dari Pulau Poncan ke Pasar Sibolga. Pada tahun ini pula rawa-rawa besar itu ditimbun untuk menyusunnya menjadi sebuah negeri pula.

Sibolga jolong basusuk
Banda digali urang rantau
Jangan manyasa munak barisuk
Kami sapeto dagang sansai

Maksudnya yakni bahwa pada mulanya Kota Sibolga ini dibangun dengan menggali parit-parit dan bendar-bendar untuk mengeringkan rawa-rawa besar itu, dengan menggerakkan para narapidana (rantai) serta ditambah dengan tenaga-tenaga rodi, ditim-bunlah sebagian rawa-rawa itu dan berdirilah negeri baru Pasar Sibolga.

Di masa Sibolga dibangun menjadi kota, istana raja yang berada di tepi Sungai Ack Doras dan pemukiman di sekelilingnya dipindahkan ke kampung baru, Sibolga Ilir. Di atas komplek tersebut dibangun pendopo Residen dan perkantoran Pemerintah Belanda. Walaupun pada tahun 1871 Belanda menghapuskan sistem pemerintahan raja-raja dan diganti dengan Kepala Kuria, namun Anak Negeri menganggapnya tetap sebagai Raja dan sebagai pemangku adat.

Sementara Datuk Poncan di Sibolga diberi jabatan sebagai Datuk Pasar dan tugasnya memungut pajak anak negeri yang tinggal di Kota Sibolga terhadap warga Cina perantauan, Di dalam melaksanakan tugasnya, Datuk Pasar dibantu oleh Panghulu Batak, Pangulu Malayu, Pangulu Pasisir, Pangulu Nias, Pangulu Mandailing dan Pangulu Derek.

Pada 1916 Datuk Stelsel dihapuskan serta diganti dengan Demang Stelsel, mengepalai satu-satu distrik menurut pembagian yang diadakan, dalam mana Pasar Sibolga masuk Distrik Sibolga, sebagaimana beberapa resort kekuriaan. Untuk memudahkan kontrol berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Keresidenan Tapanuli dibagi menjadi tujuh Afdeling yaitu Afdeling Singkil, Sibolga, Nias, Barus, Natal, Angkola dan Mandailing. Sedangkan Afdeling Sibolga terdiri dari beberapa distrik yakni Distrik Sibolga, Distrik Kolang, Tapian Nauli, Sarudik, Badari, dan Distri Sai Ni Huta.

Pada masa Pemerintahan Militer Jepang, Kota Sibolga dipimpin oleh seorang Sityotyo (baca: Sicoco) di samping jabatannya selaku Bunshutyo (baca: Bunsyoco), tapi dalam kenyataanya adalah Gunyo yang memegang pimpinan kota sebagai kelanjutan dari Kepala Distrik yang masih dijabat oleh bekas demang, ZA Sutan Kumala Pontas.

Pada masa pendudukan Jepang, Mohammad Sahib gelar Sutan Manukkar ditunjuk sebagai Kepala Kuria dengan bawahan Mela, Bonan Dolok, Sibolga Julu, Sibolga Ilir, Huta Tonga-tonga, Huta Barangan dan Sarudi. Beliau inilah yang menjadi Kepala Kuria yang terakhir di Sibolga karena setelah zaman kemerdekaan, sekitar tahun 1945 istilah Kepala Kuria praktis sudah tidak ada lagi.

Mengenai Sejarah Kuno Sibolga

Tidak dapat diketahui secara pasti sejak kapan bumi Teluk Tapian Nauli mulai dihuni orang. Namun berdasarkan sejumlah catatan sejarah, diperkirakan sejak tahun 1500 sudah terjadi hubungan dagang antara para penghuni Teluk Tapian Nauli dengan dunia luar yang paling jauh yakni negeri orang-orang Gujarat dan pendatang dari negeri asing lain seperti Mesir, Siam, Tiongkok. Para golongan terkemuka Tapian Nauli juga sudah dikenal di Mesopotamia, paling tidak melalui sejarah lisan yang dibawa saudagar Arab.

Tercatat pula bahwa pada tahun 1500 itu pelaut Portugis sudah hilir mudik di lautan dalam rangka mencari dan mengumpulkan rempah-rempah untuk dibawa ke Eropa. Uang Portugis yang beredar di kalangan masyarakat yang berdiam di Teluk Tapian Nauli saat itu merupakan salah satu bukti. Ketika itu keberadaan Teluk Tapian Nauli sangat penting. Selain sebagai pangkalan pengambilan garam, dusun ini terkenal juga sebagai pangkalan persinggahan perahu-perahu mancanegara guna mengambil air untuk keperluan pelayaran jauh.

Peranan Teluk Tapian Nauli sebagai pangkalan persinggahan dan pelabuhan dagang semakin dikukuhkan ketika Belanda dan Inggris memasuki wilayah itu di kemudian hari. Kapal Belanda di bawah pimpinan Gerard De Roij datang kepantai Barat Sumatera—Teluk Tapian Nauli—pada 1601. Sedangkan Inggris memasuki wilayah ini pada 1755.

Kehadiran dan gerak langkah Belanda dan Inggris di Teluk Tapian Nauli bisa dilihat dari beberapa kronologi peristiwa berikut ini:

1604 : Perjanjian antara Aceh dengan Belanda, yaitu antara Sultan Iskandar dengan Oliver.

1632 : Kapal Belanda mulai berhadapan dengan Inggris di Pantai Barat Sumatera dalam rangka kepentingan dagang.

1667 : Belanda mendirikan benteng (loji) di Padang.

1668 : Belanda mulai dengan politik adu domba, menghasut Tiku dan Pariaman lepas dari Aceh. Barus pro Pagaruyung diusir dari berbagai tempat.

1669 : Setelah berkuasa di Sumatera Barat, Belanda mulai mengincar pesisir Tapanuli dan mendirikan loji di Barus.

1670 : Karena keserakahan Belanda (VOC) dengan praktek dagangnya yang monopolistis, pemberontakan di Barus terhadap Belanda tidak dapat dielakkan dan terus meningkat. Raja Barus dibantu oleh adiknya Lela Wangsa berhasil mengusir Belanda dan menghancurkan loji Belanda.

1678 : Belanda dapat membalas, namun pada ketika itu perang sengit antara Raja Barus dengan Belanda terus berkobar. Raja Barus melakukan taktik gerilya. Putera raja di Hulu berhasil membuhuh dokter Belanda dan seorang serdadu Belanda. Namun Belanda berhasil menangkap Raja I^ela Wangsa dan membuangnya ke Afrika Selatan.

1733 : Belanda semakin merajalela dengan berhasilnya menangkap Raja Barus. Seterusnya bukan hanya Barus saja yang diserang, tapi Belanda juga menyerang Sorkam. Kolang dan Sibolga.

1734 : Oleh karena Belanda telah melakukan penyerangan terhadap Raja-Raja yang ada di Teluk Tapian Nauli, maka Raja-Raja yang ada di Teluk Tapian Nauli mengkonsolidasikan diri, maka lahun ini terjadilah peperangan secara besar-besaran terhadap Belanda. Serangan datang dari Sibolga, Kolang, Sorkam dan Barus dipelopori anak Yang Dipertuan Agung Pagaruyung.

1735 : Belanda terkejut dan kewalahan menghadapi peperangan ini. Belanda melakukan penelitian, dan ternyata diketahui bahwa semangat patriotisme yang dikobarkan dari Raja Sibolga itulah sumber kekuatan. Belanda ingin melampiaskan rasa penasarannya kepada Raja Sibolga, namun tidak berhasil, Antara 1755-1815 pesisir Pantai Barat Sumatera Utara, Teluk Tapian Nauli, berada di bawah pengaruh Inggris. Pada 1755 Inggris memasuki Tapian Nauli dan membuat benteng di Bukit Pulau Poncan Ketek (Kecil). Mereka mulai menguasai loji-loji Belanda dan markas Aceh yang berada di pesisir Barat Tapanuli.

1758 : Pasukan Inggris mulai mengusir loji-loji Belanda dan juga markas Aceh dari pesisir barat Tapanuli. Silih berganti usir-mengusir antara Inggris dengan Belanda.

1761 : Perancis meninggalkan Poncan. Kemudian Inggris datang bekerjasama dengan penduduk Tapian Nauli dan Sibolga.

1770 : Karena suasana perdagangan mulai tenang, maka Inggris mendatangkan budak dari Afrika dan India untuk mengerjakan urusan dagang dan perkebunan Inggris. Kuria Tapian Nauli dan Raja Sibolga merasa keberatan atas tindak tanduk Inggris ini.

1771 : Stains East Indian Company Inggris di Tapanuli dinaikkan menjadi "Residency Tappanooly".

1775 : Karena dagang Inggris mulai menurun karena tidak mendapat simpati dari Kuria Tapian Nauli dan Raja Sibolga, maka Belanda mengambil kesempatan mengadakan perjanjian dagang dengan Kuria Tapian Nauli dan Raja Sibolga.

1780 : Puncak perselisihan antara Belanda dengan Inggris adalah persoalan monopoli garam. Kesempatan ini dipergunakan oleh Aceh untuk menyerang Inggris di Teluk Tapian Nauli. Aceh untuk sementara dapat menduduki Teluk Tapian Nauli, akan tetapi Inggris meminta bantuan dari Natal dan Inggris kembali menduduki Tapian Nauli (Poncan Ketek).

1786 : Aceh kembali menyerang Inggris di Tapian Nauli. Serangan ini tidak berhasil karena Inggris meminta bantuan ke Natal.

1801 : Jhon Prince ditetapkan menjadi Residen Tapanuli berkedudukan di Poncan Ketek. Sejak saat itu Poncan Ketek mulai ramai didatangi oleh orang Cina, India, dan lain-lain.

1815 : Residen Jhon Prince mengadakan kontrak perjanjian dengan Raja-Raja sekitar Teluk Tapian Nauli, termasuk Raja Sibolga. Perjanjian ini disebut "Perjanjian Poncan" atau "Perjanjian Batigo Badusanak".

1825 : Inggris menyerahkan Poncan kepada Belanda, sebagai realisasi Traktat London 17-3-1824.

1850 : Belanda mulai menata pemukiman di Sibolga dengan menimbun rawa-rawa dan membuat parit-parit.


OBJEK WISATA


SEJARAH

Teluk Tapian Nauli Dalam Peran Sejarah

Secara pasti tidak dapat diketahui sejak kapan bumi Teluk Tapian Nauli (TTL) di huni oleh manusia. Namun berdasarakan sejarah, diprakirakan sejak tahun 1500 sudah terjadi hubungan dagang antara para penghuni TTL dengan dunia luar yang paling jauh yakni negeri orang SUJARAT dan pendatang dari negeri asing seperti MESIR, SIAM, TIONGKOK dan sebagainya.

Para golongan terkemuka TTL juga telah dikenal di MESOPOTAMIA, paling tidak dari sejarah lisan yang
di sampaikan oleh saudagar ARAB.

Tercatat pula bahwa pada tahun 1500 tersebut, pelaut PORTUGIS telah hilir mudik untuk membawa
hasil bumi TTL ke Eropah. Di kala itu, mata uang PORTUGIS sangat memegang peranan penting dalam proses perdagangan di TTL, selain mengenal mata uang asing masyarakat TTL telah memulai system perdagangan modern.

Peranan TTL Sebagai Pangkalan Persinggahan dan Pelabuhan dagang semakin dikukuhkan ketika BELANDA dan INGGRIS memasuki wilayah tersebut. Kapal BELANDA di bawah pimpinan GERARD DE ROIJ Datang ke Pantai Barat Sumatera – Teluk Tapian Nauli pada tahun 1601 sedangkan INGGGRIS memasuki wilayah tersebut pada tahun 1755.

Perluasan Kota di Kawasan Parombunan



Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Sibolga kota memang memerlukan ekspansi lahan untuk dapat mengimbangi perkembangan kota ini sejak lama, bahkan untuk perumahan pun sudah sejak belasan tahun masyarakat mendirikan rumah di tebing-tebing yang curam di sekitar Sibolga, barang kali secara jangka panjang , perencana kota menganggap bahwa lokasi pengembangan dan perluasan kota di arahkan ke sekitar dan melalui Parombunan.

Selain itu terdapat pula jalan melingkar ke Sibolga julu arah utara dan jalan melingkar ke arah selatan hingga Tano Ponggol, bersamaan dengan itu pula di kawasan prombunan terdapat dua sekolah serta peruntukan gedung olah raga yang dibanggakan oleh Kota Sibolga. Bila demikian halnya , bahwa Parombunan dilihat strategis sebagai pengembangan wilayah kota, karena itu perlu dilakukan perintisan dan ajakan terhadap masyarakat agar jalan keliling arah utara maupun arah selatan bisa merupakan alternative bagi pelintas dari utara ke Kota Sibolga, maupun dari arah selatan langsung ke utara.

Bila demikian halnya barang kali sosialisasinya yang perlu digencarkan, sosialisasinya yang perlu diberi perhatian. Saya kira masyarakat Sibolga akan sangat setuju bila perluasan Kota Sibolga dikomunikasikan secara jelas , namun akan menyisakan pekerjaan yang lebih rinci mengenai pemanfaatan tata ruang di sepanjang lintasan tersebut, serta persyaratan keamanan bagi mereka yang membangun perumahan pada lokasi kemiringan yang terjal. Masalah berikutnya barangkali adalah bagaimana menyalurkan infrastruktur seperti air minum /PAM, telepon, gas, listrik serta angkutan umum lain ke daerah tersebut sehingga menjadikannya semakin ramai untuk didiami oleh penduduk Kota Sibolga.

Demikian pula halnya dengan penataan lingkungan, misalnya daerah mana yang dimanfaatkan oleh pemda untuk fasilitas perkantoran, perumahan, dagang, pasar dan industri tentu memerlukan pananganan lebih lanjut. ***

sibolga - tapteng

Kota Sibolga adalah salah satu Kota di Provinsi Sumatra Utara. Wilayahnya seluas 3.356,60 ha yang terdiri dari 1.126,9 ha daratan Sumatera, 238,32 ha daratan kepulauan, dan 2.171,6 ha lautan. Pulau-pulau yang termasuk dalam kawasan Kota Sibolga adalah Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Sarudik dan Pulau Panjang. Secara geografis kawasan ini terletak di antara 1 42′ - 1 46′ LU dan 98 44′ - 98 48 BT dengan batas-batas wilayah: Timur, Selatan, Utara pada Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Barat dengan Teluk Tapian Nauli. Letak kota membujur sepanjang pantai dari Utara ke Selatan menghadap Teluk Tapian Nauli. Sementara sungao-sungai yang dimiliki, yakni Aek Doras, Sihopo-hopo, Aek Muara Baiyon dan Aek Horsik.

Topografi

Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu bcrada pada daratan pantai, lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0 - 150 meter, kemiringan (lereng) lahan bervariasi antara 0-2 persen sampai lebih dari 40 persen dengan rincian; kemiringan 0-2 persen mencapai kawasan seluas 3,12 kilometer persegi atau 29,10 persen meliputi daratan Sumatera seluas 2,17 kilometer persegi dan kepulauan 0,95 kilometer persegi; kemiringan 2-15 persen mencapai lahan seluas 0,91 kilometer persegi atau 8,49 persen yang meliputi daratan Sumatera seluas 0,73 kilometer persegi dan kepulauan seluas 0,18 kilometer persegi; kemiringan 15-40 persen meliputi lahan seluas 0,31 kilometer persegi atau 2,89 persen terdiri dari 0,10 kilometer persegi wilayah daratan Sumatera dan kepulauan 0,21 kilometer persegi; sementara kemiringan lebih dari 40 persen meliputi lahan seluas 6,31 kilometer persegi atau 59,51 persen terdiri dari lahan di daratan Sumatera seluas 5,90 kilometer persegi dan kepulauan seluas 0,53 kilometer persegi.

Berdasarkan kemiringan lahan tersebut di atas, maka yang paling dominan adalah kemiringan lebih dari 40 persen. Karena hanya berada beberapa meter di atas permukaan laut, iklim Kota Sibolga termasuk cukup panas dengan suhu maksimum mencapai 32 C dan minimum 21,6 C. Sementara curah hujan di Sibolga cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan jumlah 798 mm, sedang hujan terbanyak terjadi pada Desember yakni 26 hari.

Pelabuhan laut kota Sibolga cukup ramai disinggahi kapal kapal yang akan mnuju pulau Nias.

Demografi

Penduduk Kota Sibolga berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik Kota Sibolga Tahun 2000 adalah 87.265 jiwa. Dengan wilayah seluas 3.356,60 ha di daratan Sumatera dan urban growth seluas 644,53 ha berarti kepadatan penduduk pada wilayah pemukiman adalah 13.359 jiwa per km persegi. Sementara pertumbuhan penduduk setiap tahunnya sekitar 1,41 persen.

Potensi utama perekonomian bersumber dari perikanan, pariwisata, jasa, perdagangan, dan industri maritim. Hasil utama perikanan, antara lain, kerapu, tuna, kakap, kembung, bambangan, layang, sardines, lencam dan teri.

Saat ini dipimpin Walikota Sahat Pinorshinta Panggabean, sedangkan Wakil Walikota Afifi Lubis.

Tapanuli Tengah

Tapanuli Tengah adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara dengan luas wilayah 2.188 km² dan populasi 297.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Pandan. Percepatan pembangunan dilaksanakan dengan konsep pembangunan TAPANULI GROWTH yaitu sinergi kabupaten / kota lingkup Kawasan Barat Sumatera Utara, Aceh Singkil dan Simeulue (Provinsi NAD) untuk menciptakan pola pertumbuhan kawasan yang kompetitif dengan Kawasan Industri Terpadu Labuan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai pusat koleksi (hub) komoditas unggulan daerah.

Masyarakat Dan Kebudayaan

Dunia Kelautan mewarnai corak kehidupan masyarakat & kebudayaan di Teluk Tapian Nauli.
Dari tata cara berpakaian, ekonomi dan mata pencaharian yang di geluti sehari – hari, sistem teknologi, sistem ilmu pengetahuan, ilmu sosial dan organisasi sosial serta bahasa yang dipergunakan sangat jelas menggambarkan keterikatan mereka dengan dunia laut.

Keindahan pulaU, riak gelombang, kerap menjadi sumber inspirasi mereka dalam berkesenian atau melakukan upacara perkawinan, berpantun atau bertalibun lebih sering menggambarkan bagaimana kecintaan mereka terhadap dunia kebaharian itu.

Wisata bahari belum begitu banyak di Sumatera Utara. Lantas, ketika orang menyebut-nyebut Pulau Poncan, kami jadi antusias melihatnya langsung. Yang pertama terbayang di benak kami adalah snorkling, diving, sea food, dan fishing. Tapi ternyata Poncan lebih dari itu.

Berangkat dari Medan, Pulau Poncan di Sibolga bisa dicapai lewat dua jalur. Kalau ingin cepat, penerbangan reguler dari Bandara Polonia ke Bandara Pinangsori bisa jadi pilihan. Dengan pesawat, perjalanan ke Sibolga hanya memakan waktu sekitar 45 menit. Tapi kalau lewat darat, perjalanan akan molor menjadi kurang lebih 9 jam (350 km). Memang melelahkan. Keuntungannya, kita bisa menikmati keindahan alam, mulai dari Danau Toba, Salib Kasih di Tarutung, panorama air terjun, ratusan bukit, dan makanan-makanan khas lokal seperti kacang sihobuk.

Kalau tidak berniat membawa mobil sendiri, Anda bisa memilih dua jenis angkutan darat. Yang pertama adalah taksi jenis Mitsubishi L-300. Taksi ini memuat 8 orang penumpang dengan ongkos Rp 60.000. Selain itu, bus besar juga tersedia dengan ongkos lebih murah.

Kami memilih naik taksi L-300, berangkat malam sekitar pukul 20.30 WIB, dan baru tiba di Sibolga pukul 06.30 pagi. Kota pelabuhan itu masih dibalut selimut. Tapi aktivitas para penjual sayur dan buah sudah dimulai.

Sibolga, sebuah kota tua yang terjepit antara perbukitan dan Samudera Hindia. Mata pencaharian utama penduduknya melaut dan berdagang. Kota ini melahirkan berbagai macam ikan asin terkenal. Kini Sibolga sedang berbenah diri menjadi kota tujuan wisata. Destinasi diperbanyak dan diperbaiki. Ketika kami menyewa satu becak keliling kota, pemilik becak sudah tahu betul harus membawa kami ke mana. Dia cukup menyenangkan dan memberi kami banyak informasi. Keliling seluruh kota, cukup hanya membayar Rp 25.000.

Sebagai kota tua, Sibolga punya beberapa warisan yang layak dikunjungi. Anda kami rekomendasikan melihat objek wisata Tangga Seratus. Di bagian atas bukit ini, masih berdiri kokoh bangunan bekas perusahaan air minum kolonial Belanda yang dibangun tahun 1929. Sebagian bangunan ini masih dipakai PDAM Tirta Nauli Sibolga. Di atas bangunan itu ada sirene yang dipancarkan dari sebuah dinamo tua milik kolonial. Dulu, perusahaan air minum itu menggunakannya untuk memanggil para pekerja. Tapi kini sirene hanya dipakai untuk menandai buka puasa pada bulan Ramadhan. Suaranya bisa didengar seluruh penduduk kota, bahkan sampai ke beberapa daerah di Tapanuli Tengah.

Meski namanya Tangga Seratus, tapi untuk mencapai puncak bukit, kita harus melewati 290 anak tangga. Siapkan lutut, karena Anda akan menaklukkan anak-anak tangga yang tersusun pada kemiringan 80 derajat.

Di atas bukit, pemerintah daerah sudah membangun tempat-tempat duduk peristirahatan. Dari sana, kota Sibolga kelihatan sekali pandang. Menyenangkan sekali. Pulau-pulau dan laut bagaikan lukisan dinding.

Selain Tangga Seratus, Sibolga juga masih memiliki beberapa bukit lengkap dengan fasilitas peristirahatannya. Bulit-bukit itu diberi tulisan raksasa di puncaknya,layaknya tulisan Hollywood di Amerika Serikat, di mana para aktris dan aktor dunia berebut peran pada film-film besar dan bersejarah. Di Sibolga, ada Tor (bukit) Simarbarimbing dan Bukit Anugerah.

Jangan lupa mengunjungi makam tua pendiri Sibolga, rumah adat, tugu-tugu kota yang menarik, dan berbagai sudut kehidupan warga yang cukup unik. Misalnya tukang seterika jalanan, kehidupan pasar tradisional, tempat pembuatan perahu, ikan asin, dan sebagainya.

***

Sebelum menuju pulau Poncan, kami diminta langsung ke Hotel Wisata Indah, satu-satunya hotel berkelas internasional di kota itu dengan panorama yang langsung ke laut. Hotel ini difasilitasi kolam renang dan taman, massage, business centre, international satellite (Indovision), international direct dialing, golf course, dan driving range.

Kamar-kamar yang tersedia mulai dari kelas superior hingga president suite bertarif Rp 1.618.000 per malam. Dari kamar hotel, tamu bisa menikmati pemandangan laut dan suara ombak yang pecah di pantai.

Kami tidak lama mengunjungi hotel ini karena harus segera menuju Pulau Poncan. Resepsionis hotel memandu kami ke Dermaga Lama, sekitar 150 meter dari Hotel Wisata. Selanjutnya kami dijemput dengan speed boat 40 PK yang kemudian meluncur langsung ke Pulau Poncan.

Pagi itu tidak ada tamu lain di atas speed boat. Operator boat memberitahu bahwa kunjungan memang menurun drastis pasca tragedi tsunami. Padahal sebelumnya, Pulau Poncan sudah ramai didatangi tamu-tamu dari Medan, Jakarta, bahkan mancanegara. “Kadang-kadang, boat ini malah tidak bisa menampung tamu sekali jalan,” katanya.

Sekitar 15 menit di atas speed boat, operator sudah menunjukkan sebuah pulau dengan pantai yang putih memanjang. Di hadapan kami, dermaga kecil dari kayu menjadi tempat sandar beberapa unit kapal dan speed boat. Di ujung dermaga, ada semacam gapura yang di atasnya tertulis: “Welcome to Sibolga Marina Poncan”. Kami telah tiba rupanya.

***

Pulau Poncan adalah salah satu pulau dari ratusan pulau lain di sekitar perairan Sibolga. Pulau ini terbentang puluhan hektar, memiliki bukit dan hutan kecil yang masih asli. Bibir pulau sebagian berpasir dan sebagian lagi berbatu. Kurang gencarnya promosi membuat belum banyak orang yang tahu bahwa Poncan telah berkembang menjadi tempat kunjungan wisata bahari berfasilitas serba lengkap. Di sini ada Sibolga Marine Resort, berbintang dua, dan satu-satunya resort bahari di Sumatera Utara. Suasananya sangat asri dan ditata mirip perkampungan lokal.

Sibolga Marine Resort dilengkapi 70 ruangan berisi berbagai fasilitas. Untuk kelas standard Rp 185.000, superior Rp 260.000 dan deluxe Rp 500.000. Tamu juga bisa melewatkan berbagai aktivitas seperti water sport shop, belanja di souvenir shop, video game room, billiard room, children playground, fishing, diving, snorkling, dan boat charter.

Lokasi resort ini persis menghadap laut dan hanya dipisahkan pantai. Para tamu yang ingin menikmati laut dan ombak, bisa tiduran di kursi-kursi santai pinggir pantai sambil menikmati cemilan. Atau kalau lagi ingin bakar ikan, silakan lakukan sendiri di tempat barbeque yang tersedia di dekat pantai.

Malam hari, kami sendiri memilih menikmati makan di restoran sambil minum bir. Angin sejuk datang dari arah Samudera Hindia, menembus dinding restoran yang dibiarkan terbuka tanpa sekat. Tsunami telah membuat tempat ini sunyi.

***

Pulau Poncan bukan hanya tempat menikmati laut. Di sini tamu juga bisa melakukan aktivitas treking melewati hutan dan bukit yang cukup curam. Tapi jangan takut, pengelola pulau sudah membuat jalan rintisan dan tali sebagai alat bantu. Menuju puncak Poncan hanya butuh sekitar setengah jam. Itu bila Anda tidak sedang loyo.

Hutan kecil Poncan masih menyimpan kekayaan berbagai jenis flora dan fauna. Di sana-sini masih terdapat pohon besar dan tua, parasit-parasit yang unik, kantung semar, dan tumbuhan-tumbuhan yang menjalar liar bagaikan tempat Tarzan berayun.

Kami ingatkan, sebelum memanjat bukit, siapkanlah beberapa hal. Pertama, oleskan bagian tubuh Anda yang terbuka dengan krim anti nyamuk untuk menghindari gigitan nyamuk hutan. Pakailah sepatu yang memungkinkan Anda tidak gampang tergelincir. Bawa minuman, dan jangan tinggalkan kamera di kamar, karena sesuatu yang indah menunggu jepretan Anda di atas sana.

Setelah melewati hutan kecil, kami sampai di atas. Sebagaimana diberitahukan pengelola resort sebelumnya, kami menemukan lobang-lobang bekas bunker tentara Jepang. Rupanya pulau ini sangat penting untuk memenangkan pertempuran. Ada lima bunker yang kami temukan, dan satu sama lain tampaknya saling terhubung lewat terowongan-terowongan sempit. Hanya cocok untuk ukuran badan orang Jepang zaman dulu. Bunker-bunker berdiameter 3 sampai 5 meter, terdiri dari tempat pengintaian, perbekalan, dan lobang-lobang yang saling menghubungkan kelimanya. Sayang, lobang-lobang itu belum direkonstruksi sehingga tidak bisa dimasuki sebagaimana lobang buatan Jepang di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Usai berurusan dengan bunker tentara Jepang, kami menikmati pemandangan lepas dari puncak Poncan ke berbagai penjuru dunia. Apa yang tampak di sekeliling kami adalah pulau-pulau yang berlapis, gugusan perbukitan, mulai dari yang hijau sampai yang membayang di kejauhan. Ada sensasi tersendiri ketika kita berdiri di satu tempat dan pulau Sumatera hanyalah sebuah latar. Dan hanya kamera Andalah yang bisa menceritakannya pada orang lain.

Di sekeliling pulau, kapal-kapal besar dan kecil lalu lalang. Nelayan mencari hidup. Berbagai jenis alat tangkap, baik yang statis maupun bergerak dapat disaksikan dengan jelas.

***

Perjalanan belum selesai. Tujuan tidak berhenti di Poncan saja. Sebenarnya banyak pulau di perairan Sibolga yang menarik untuk dikunjungi. Tapi semuanya tidak bisa dilakukan sekali jalan. Pada kunjungan kali ini, kami memilih beberapa pulau yang paling sering memikat hati tamu.

Salah satu yang paling populer adalah pulau Mursala, salah satu pulau terbesar di gugusan itu. Dari Poncan kami menaiki speed boat. Sebenarnya waktu tempuh ke sana hanya butuh satu jam, tapi karena keberangkatan kami siang dan menentang angin laut, perjalanan jadi sedikit agak lama.

Pulau Mursala punya anak-anak pulau seperti pulau Putih dan Canggi. Pulau-pulau ini berdekatan dan memiliki perairan yang sangat jernih. Mandi, snorkling, atau memancing menjadi kegiatan yang menarik. Di pulau Putih sudah dibangun pondokan-pondokan lengkap dengan air bersih dan tempat-tempat barbeque sea food. Pengunjung juga bisa minum air kelapa muda dengan cara memetiknya sendiri. Kelapa-kelapa hibrida itu sengaja ditanam untuk para tamu.

Menurut legenda masyarakat setempat, dulunya pulau Mursala dan pulau Putih dihuni oleh seorang putri yang ditemani seekor anjing penjaga. Sedangkan pulau Canggi dihuni seseorang bernama Canggi dengan seekor buaya peliharaannya.

Pulau Mursala adalah pulau yang subur dengan kekayaan alam yang melimpah. Sementara pulau Canggi sangat sempit san gersang. Suatu hari, Canggi menyuruh buaya sakti peliharaannya mengambil sesuatu dari pulau itu. Tapi anjing pengawal memergokinya dan terjadi perkelahian sengit di antara dua binatang pengawal itu. Pada akhir perkelahian, sang anjing sudah kewalahan dan berniat melarikan diri. Tapi buaya tidak membiarkannya. Ketika anjing hampir berhasil diterkamnya, tiba-tiba sesuatu terjadi. Kedua hewan itu tak dapat bergerak dan lama kelamaan menjadi batu.

Kedua binatang yang telah jadi batu itu masih tampak sampai sekarang. Posisinya mirip buaya yang sedang menerkam anjing. Uniknya, lokasi di sekitar batu itu selalu bersih sampai sekarang, meski sekitarnya penuh dengan daun-daun hutan yang lebat. Legenda ini masih hidup di tengah masyarakat lokal, dan sebagian mereka masih percaya pulau itu menyimpan banyak emas perhiasan milik sang putri.

Mengelilingi pulau Mursala dengan speed boat berkekuatan 40 PK membutuhkan waktu berjam-jam. Bagian yang menarik dari pulau ini adalah air terjun. Dari cerita penduduk, air terjun itu mengalir dari sebuah waduk yang mirip baskom di atas bukit. Di sepanjang aliran air terjun itu ada bagian yang membentuk sungai tawar, dan di dalamnya hidup ikan jurung yang lezat.

Air terjun ini pun punya cerita sendiri. Konon, tempat ini bisa mengabulkan jodoh bagi para lajang dan gadis. Tapi jodohnya baru akan terkabul apabila seseorang dapat menemukan tujuh jenis jeruk di sekitarnya. Tentu saja ini hanya kepercayaan lama. Hingga sekarang, belum semua bagian dari pulau Mursala tereksplorasi sebagai kunjungan wisata.

Ketika menuju pulang, kami masih sempat mengunjungi pulau Situngkus. Pulau ini, meski kecil, tapi punya keunikan sendiri. Prototipnya lebih banyak berbatu, nyaris vertikal dan cukup tinggi. Bila waktu liburan Anda lebih panjang, Andalah yang meneruskan ke pulau-pulau lainnya.

sekian dan terimah kasih ........